“Aku masih merasakan udara yang sama. Masih berdiam ditempat yang
sama. Tapi yang kurasakan tak lagi sama, kesunyiaan ini bernama tanpamu.
Sebenarnya, aku tidak pernah ingin
semuanya berakhir. Saat semua terancang dengan hebat dan sempurna, saat
perhatian-perhatian kecil itu menjelma menjadi candu rindu yang menancapkan
getar-getar bahagia. Tapi, bukankah prediksi manusia selalu terbatas? Aku tidak
bisa terus menahan dan mengubah sesuatu yang mungkin memang harus terjadi. Perpisahan
itu harus terjadi untuk pertemuan awal yang pasti akan memunculkan perasaan
bahagia itu lagi.
Tidak dipungkiri dan aku tak harus
menyangkal diri, bahwa selama rentan waktu tanpamu, aku merasa ada sesuatu yang
hilang. Ketika pagi, kamu menyapaku dengan lembutnya. Saat siang, kamu sekedar
mengingatkan untuk tidak terlambat makan. Saat sore, kamu menyapaku lagi,
bercerita tentang hari-harimu, lelahmu dan bahagiamu pada hari itu. Saat malam,
kamu menjerat pikiranku untuk berfokus pada suaramu yang mengalun lembut
melewati lempengan-lempengan dingin handphoneku. Dan aku rindu, rindu semua hal
yang bisa kita lalui hingga terasa waktu terlalu cepat berlalu saat kita
melaluinya bersama.
Dan, akhirnya perpisahan itu tiba.
Sesuatu yang selalu kita benci kedatangannya tapi harus selalu kita lewati
tanpa kita tahu kapan itu akan terjadi. Dengan segala ketidaksiapan yang
menggerogotiku, aku tetap harus melepaskanmu. Kau temukan jalanmu, aku temukan
jalanku. Kita bahagia dalam jalan kita masing-masing. Kamu berpegang pada
prinsipmu, aku berpegang pada perasaanku. Kita berbeda dan memang tak harus
berjalan beriringan.
Semua berjalan dengan cepat. Sapa
manjamu, tawa renyahmu, cerita lugumu, dan segala hal yang membuat otakku penuh
karenamu. Dan, aku harus membuang dan menghapus itu semua dari memori otakku
agar kamu tak lagi mengendap-endap masuk ke dalam hatiku, lalu membuat
kenangan itu menjadi nyata dan kembali menjadi realita. Mari mengikhlaskan,
setelah ini akan ada pertemuan yang lebih menggetarkan hatimu, akan ada
seseorang yang masuk ke dalam hidupmu, dan dia akan menjadi alasan terbesar saat doa
terucap, lalu
kamu menyisipkan namanya. Sedangkan
aku, biarkanlah aku bertahan bersama perasaan cintaku padamu. Izinkanlan aku untuk
tetap menjaga perasaan suci ini untukmu.Selamat
menemukan jalanmu.
Aku percaya, bahwa perpisahan ini untuk membaikan hidupmu dan hidupku, bahwa
setelah perpisahan ini akan ada rasa bahagia bertubi-tubi yang mengecupmu
dengan seringnya. Aku percaya bahwa pertemuan kita tidak sia-sia. Aku banyak belajar darimu dan
aku berharap kau juga mengambil pelajaran dari pertemuan singkat ini. Semua
butuh proses dan waktu saat kamu harus kehilangan sesuatu yang terbiasa kau
rasakan. Baik-baik ya Sayang.”
Itu adalah
sepenggal surat yang akan kupersembahkan kepada seseorang yang sangat aku
cintai. Yang dulunya selalu ada untukku, namun tidak untuk saat ini. Yang ku lalui memang berat, cukup
berliku, penuh sakit yang bertubi-tubi, kadang hati mengeluh lelah, fikiran tak
lagi kembali normal, ingin berontak semua yang terjadi, luka di hati yang
membekas belum terhapus namun dia telah menambah lagi yang kedua kalinya, tanpa
sadar sekalipun memikirkan apa yang telah terjadi dengan yang lalu.
Sembari
menerawang jauh bintang-bintang yang berkelip nan indah, kubiarkan lamunanku
membawaku pergi di masa 2 tahun lalu. Saat itu, aku sedang duduk bersama
teman-teman sekelasku, XA, tiba-tiba kulihat seseorang yang entah mengapa ia
bisa dengan begitu mudahnya menarik perhatianku. Ada rasa yang tidak biasa yang
kurasakan, yang memaksa jantungku untuk menggenjot aliran hemoglobin dalam
darahku untuk bekerja lebih keras. Dan mulai saat itu, diam-diam aku
memperhatikannya, diam-diam aku mengawasinya dari jauh, diam-diam aku mulai
mencari fakta-fakta tentangnya, tentang siapa namanya, siapa dirinya, dan
bagaimana sebenarnya dia itu.
Saat itu, Desember
2011, entah tanggal berapa, aku tak mengingatnya, aku tengah duduk di depan
ruang ujian sekolah, sambil bercengkerama dengan teman-temanku. Sret..tiba-tiba
pandangan mataku menangkap bayangan seseorang yang bersinar seperti bintang.
Wajah yang tidak asing, wajah yang selalu kuidam-idamkan dalam hatiku. Aku tak
harus menyangkal, aku mengaguminya.
“waah,
mas ganteng..!” tiba-tiba kata itu terucap dari bibirku ini.
“eh,
sorry, ngomong apa kamu tadi Yes? Aku
nggak denger”
Salah
satu temanku menanggapi ucapan refleks dari bibirku tadi.
“Eh,
Mbak Mbak, Mbak Ristri tahu nggak mas yang ganteng itu siapa?”
Tanyaku
kepada Mbak Ristri.
“He?
Mas Ganteng yang mana?” tanyanya penasaran.
“Itu
tuh, yang mancung!” sambarku dengan tergesa.
“Oh
itu, itu Mas Firza, anak kelas XI IIS 5, sudah punya pacar lho, dilarang suka!!,
lagi pula, pacarnya itu temen satu kost ku. Mbak Zora namanya, dia pinter,
cantik lagi” jawabnya.
“Ih,
apaan sih, orang Cuma nge-fans doang.
Aku tahu diri kok” seketika temperaturku yang tadinya membara, turun drastis.
Ada rasa kecewa yang
meradang dalam hati, walaupun sebenarnya aku tak pantas untuk itu. Aku sadar,
aku bukan siapa-siapa, kenalpun tidak, lha
kok berharap. Sejak saat itu, sebisa mungkin aku memendam rasa kagum yang
sebenarnya mengandung makna berharap kepadanya.
Sebulan kemudian,
tepatnya tanggal 26 Januari 2012, ketika aku sedang asyik membuka akun facebookku,
aku melihat tanda merah di kolom “notification”. Aku buka perlahan, ternyata
seseorang telah mengirim tulisan di timelineku.
“Thanks for confirm,
salam kenal, anak SMA (------) kah?” aku masih benar-benar ingat ejaan
tulisan itu, tulisan yang asing bagiku, namun membuatku penasaran. Aku mencoba
menelusuri siapa orang itu, pada awalnya aku tak tahu siapa dia, karena nama
yang ia pakai adalah nama samaran. Kucoba untuk melihat fotonya, sungguh tidak
bisa aku mengerti “benarkah ini? Ini beneran mas ganteng ya?”
wuussshh..temperatur tubuhku naik drastis, waaahh..kebetulan
sekali.
Entah mengapa, sejak
saat itu, semangat untuk mengenalnya lebih dekat hadir lagi. Sejak saat itu, aku
senang melihatnya dari jauh, memandanginya dengan penuh rasa kagum, mengamati
setiap langkah kaki yang ia hentakkan. Dalam hati, aku berdo’a kepada Tuhan
dengan penuh harap, “Tuhan, apakah aku jatuh cinta pada orang yang salah? Jatuh
cinta pada seseorang yang tak mengenaliku dan sampai kapanpun takkan pernah
mengenaliku? Apakah ini kesalahan cinta? Tuhan, izinkanlah aku bisa
mengenalinya”.
Saat-saat paling indah
dalam hidupku adalah ketika aku melihat senyumannya yang sangat bersimpati,
walaupun dari jarak yang jauh. “Tuhan, bisakah waktu ini berhenti berjalan?
Bisakah bumi ini berhenti berputar? Biarkan aku agar bisa menatapnya dengan
leluasa, menatapnya dalam waktu yang sangat lama. Tuhan, biarkanlah dia agar
dapat mengerti perasaanku”, inilah yang selalu terucap dalam hatiku yang sedang
berharap.
Di dalam kebisuan hatiku, di dalam
ketidak berdayaan hatiku, namamu selalu ku sebutkan di dalam do’aku. Semoga
Tuhan memberiku hati sekuat baja agar dapat menahan semua rasaku. Saat
berpapasan dengannya, jantungku berdegup lebih kencang! Bahkan aku akan lari
jika berhadapan denganya, aku tak mampu menatap matanya jika jarak kita sangat
dekat. Ya! Cara itulah yang kulakukan dan dia juga tak mungkin tahu perasaan
ini, hanya dengan melihat tingkah lakuku. “amanlah!” pikirku.
Hari-hariku kujalani dengan indahnya,
dengan penuh harapan. Harapan untuk mendapatkan keajaiban yang sebenarnya
mustahil bagiku. Tapi aku percaya bahwa Tuhan mendengar segala do’aku. Aku
bukan tipe orang yang mudah menyerah. Cinta pertamaku ku awali dengan indahnya
rasa menanti. Di sini, di tempat ini, di bawah sinar rembulan, aku selalu
menantinya, menanti seseorang dan cintanya.
Namun, seringkali perasaanku meyadarkan,
bahwa aku tak boleh terlalu berharap, karena dia telah memiliki seseorang yang
sangat berarti dihidupnya, yang jauh lebih baik dariku. Dan apalah artinya aku?
“Wanita udik dan pengecut”, batinku.
Waktu berjalan dan
berlalu begitu cepat, ujian semester 2 akan segera datang. Aku harus melupakan
Mas Firza sejenak dan berfokus pada sekolah untuk membuat bangga kedua orang
tuaku. Saat penerimaan raport, aku bersyukur karena aku memperoleh peringkat
satu di kelas, yaa..walaupun cuma kelas sih. Sedikit cerita saja, sebenarnya
aku bukan orang yang pintar, cerdas, atau rajin, tapi entahlah, kurasa hidupku
penuh keberuntungan. Keberuntungan ini tak berhenti diprestasi akademikku saja,
namun sepertinya Tuhan telah membukakan untuk kisah cintaku. Aku mendengar
kabar bahwa Mas Ganteng putus dengan pacarnya. Sontak aku lari menemui Mbak
Ristri.
“Mbak, Mbak, Mbak Ristri!!” teriakku dari kejauhan.
“hmm..iya. ada apa Yesi? Ada kabar penting ya? Sampek teriak-teriak gitu?”
Jawabnya dengan penuh penasaran.
“waahh, iya. Penting banget ini
Mbak. Eh eh, Mas Ganteng baru putus sama pacarnya ya mbak? Hehe”
“Hmm, iya. Tahu dari mana kamu?” tukasnya
“Haha, ada deeeh. Thank you ya mbak,
hahaha!” aku menciumnya dan segera kabur dengan riang gembira.
“Huu, dasar anak kecil” jawabnya sadis.
Bicara tentang
keberuntungan, kurasa aku telah benar-benar beruntung. Aku masih sangat ingat
kejadian tanggal 20 Juli 2012, saksi bisu cinta pertamaku. Aku menandai tanggal
ini di note hpku yang bertuliskan
“It’s The Best Day Ever”. Ya! Kuanggap hari itu adalah hari terbaik yang ada
dalam hidupku. Dan aku berharap aku tidak akan pernah lupa hari itu.
Aku masih ingat betul hari itu, satu hari
sebelum datangnya bulan Ramadhan, bulan paling berberkah bagi seluruh umat
Islam, termasuk aku. Setelah mendengarkan adzan maghrib, aku bergegas untuk
sembahyang. Tidak lama kemudian, piing..kudengar
bunyi pesan masuk handphoneku. Ku buka perlahan.
“mlm” seseorang mengirim pesan
singkat kepadaku. Ya! Benar-benar singkat, hanya 3 huruf.
“iya, maaf ini siapa?” jariku cepat menekan tuts.
“aku Firza.” balasnya
Dalam hati aku tertegun. Hah! Firza
siapa ini? Kenapa kebetulan sekali namanya sama.
“maaf, Firza siapa ya?” jawabku penuh harap.
“Ya Firza, anak SMA (------) yang
namanya Firza kan cuma aku.”
Jawabnya sedikit kasar.
Hah!! Aku terperanjat.
Ya Tuhan, benarkah ini? Terima kasih atas segala berkah yang kau limpahkan
kepadaku. Kau hadirkan bintang yang sangat indah, yang selalu hadir di setiap
hari-hariku. Mungkin bukan sebagai seorang kekasih, bisa mengenalnya seperti
ini pun aku sudah sangat bersyukur kepada-Mu Ya Rabb.
Dan mulai saat itu, hari-hari
yang indah pun dimulai. Kami pun menjadi teman. Berbagi cerita, berbagi tawa
setiap harinya. Terkadang aku mencoba menanyakan tentang Mbak Zora (mantannya)
untuk meyakinkan bahwa Mas Firza benar-benar telah putus dengannya. Namun
terkadang aku merasa kecewa, sepertinya Mas Firza masih mencintai Mbak Zora.
“Beruntung sekali Mbak Zora” batinku, dicintai oleh laki-laki seperti Mas
Firza. “Andai saja aku bisa menggantikan posisinya”, entahlah, mungkin
harapanku terlalu tinggi untuk itu.
Waktu terus berjalan,
kami pun semakin dekat. Getaran-getaran cinta yang kuat semakin membara di
hatiku. “Tuhan, bolehkah aku minta satu hal lagi kepada-Mu? Izinkanlah aku
menjadi seseorang yang spesial di hati Mas Firza. Aku ingin menggantikan posisi
Mbak Zora di hatinya. Dan aku berjanji, aku tak akan menyakitinya seperti apa
yang telah dilakukan Mbak Zora kepadanya. Aku mohon Tuhan” aku berdo’a dengan
penuh harap.
Tetap dengan sebuah
penantian suci, aku menunggu Tuhan mengijabah do’aku. Pernah suatu saat aku
melihat status Mas Firza di facebooknya
yang bertuliskan “She is like you, but not same”.
Aku tertegun dengan kalimat
itu. Mungkinkah jika yang dimaksud dalam kalimat itu aku? Jika benar itu aku,
aku akan merasa sangat senang karena paling tidak aku telah berhasil masuk
dalam hidupnya, di sisi lain aku tidak mau disamakan dengan Mbak Zora. Tapi,
rasa penasaran yang berkecamuk di dalam hati ini harus aku pendam, tidak
mungkin aku menanyakannya kepada Mas Firza.
Untuk kesekalian
kalinya, aku melihat facebook laki-laki
yang kucintai ini, betapa terkejutnya aku ketika aku melihat statusnya beberapa
jam lalu.
“aq sayang sama kamu, apa adanya.. Berilah petunjuk... #Hope”
“Apa maksudnya kalimat itu? Apakah ada orang lain
selain aku yang sedang dekat dengan Mas Ganteng ya? Hmm..sayang sekali” hatiku
berkecamuk.
Rasa
penasaran ini tak terbendung lagi, sebisa mungkin aku harus menanyakannya.
Semoga Mas Firza tak tahu maksud hatiku. Melalui pesan singkat, aku bertanya
ragu.
“ciee..ciee..statusnya lagi jatuh cinta. Buat siapa
itu mas?” tanyaku
“hehe, bukan buat siapa-siapa kok” balasnya dengan
cepat.
“Arrgh!! Bikin tambah penasaran saja orang ini.”
Pikirku.
Dua
hari kemudian, tepatnya tanggal 17 September 2013, seperti biasa aku dan Mas
Firza saling berbalas pesan. Tiba-tiba, balasan aneh dari Mas Firza masuk ke
dalam handphoneku.
“Yesi, tahu nggak
kamu siapa yang aku maksud di statusku 2 hari yang lalu?”
“Hmm? status yang sayang itu ya mas?” balasku
gemetaran
“iya ” balasnya singkat.
“Ya nggaklah
mas, emang buat siapa mas? Calon pacar baru ya mas? Hihihi” balasku
“Kalau misalnya yang aku maksud itu kamu? Gimana?”
tanyanya.
“Lho, ya mana bisa gitu mas? Ya langsung aja bilang
ke orangnya dong mas” Balasku. Aku
penasaran siapa sebenarnya orang yang dimaksud itu. Aku harus siap untuk segala
kemungkinan terburuk.
Dan
akhirnya....
Jeng..jeeeeng..penantianku berakhir hari ini, Senin, 17 September
2012. Kyaaaa..aku tak dapat
mengatakan ini dengan kata-kata. Ya Tuhan, entah bagaimana seharusnya aku
mengucapkan rasa syukurku kepada-Mu Ya Rabb. Dia, Mas Firza, yang kudamba,
akhirnya menyatakan perasaannya kepadaku. Seperti mimpi yang telah menjadi
realita. Namun aku tak bisa langsung menjawab perasaan itu walaupun
sesungguhnya aku ingin segera membalas “IYA! IYA! IYA!”, aku butuh waktu untuk
mempertimbangkannya dengan orang tuaku.
Kamis,
20 September 2012 menjadi awal lembaran baru bagi kehidupanku bersama orang
yang kucintai. Dan aku berharap cinta pertamaku akan berakhir bahagia nantinya.
Mungkin aku terlalu berlebihan, tapi apakah salah apabila kita berusaha
mencintai orang dengan tulus dan suci. Aku percaya, jika aku mencintai orang
dengan tulus, maka dia juga akan melakukan yang sebaliknya.
Diriku,
yang pernah berharap memilikimu, diriku yang pernah berharap menyentuh cintamu,
dan diriku yang menganggap harapan itu semu, ternyata salah. Tuhan telah
membukakan jalan bagi orang yang mau berdo’a dan berusaha. Untuk membagi rasa
bahagiaku, aku bergegas mengambil bolpoint dan secarik kertas. Ku tulis
perlahan semua rasa yang ada dibenakku.
20 September 2012
Awalnya, matamu dan senyummu tak
berarti apa-apa bagiku. Sapa lembutmu, tutur katamu, bukan menjadi alasan
senyumku setiap harinya. Semua mengalir begitu saja, kita tertawa bersama, kita
menghabiskan waktu bersama, tanpa tahu bahwa cinta diam-diam menyergap dan
menyeringai santai dibalik punggungmu dan punggungku. Kita saling bercanda,
menertawakan diri sendiri, tanpa tahu bahwa rasa itu menelusup tanpa ragu dan
mulai mengisi labirin-labirin hatimu dan hatiku yang telah lama tak diisi oleh
seseorang yang spesial.
Tatapan matamu, mulai menjadi hal
yang tak biasa dimataku. Caramu mengungkapkan pendapat, tak lagi menjadi hal
yang kuhadapi dengan begitu santai. Renyah suara tawamu menghipnotis bibirku
untuk melengkungkan senyum manis, menyambut lekuk bibirmu yang tersenyum saat
menatapku. Aku tahu semua berubah menjadi begitu indah, sejak pembicaraan yang
sederhana menjadi pembicaraan spesial yang begitu menyenangkan bagiku. Aku
bertanya ragu, inikah kamu yang mampu membuatku melamun sepanjang waktu?
Tanpa kusadari, namamu sering
kuselipkan dalam baris-baris doa. Diam-diam aku senang menulis tentangmu,
tersenyum tanpa sebab sambil terus menjentikkan jemariku. Tanpa kesengajaan,
kau hadir dalam mimpiku, memelukku dengan erat dan hangat, sesuatu yang belum
tentu kutemukan dalam dunia nyata saat aku terbangun nanti. Hari-hariku kini
terisi oleh hadirmu, laju otakku kini tak mau berhenti memikirkanmu, aliran
darahku menggelembungkan namamu dalam setiap tetes hemoglobinnya. Berlebihan
kah? Bukankah mahluk Tuhan selalu bertingkah berlebihan ketika sedang jatuh
cinta?
Saat menatap matamu, ada kata-kata
yang sulit keluar dari bibirku. Saat mendengar sapa manjamu, tercipta rasa yang
begitu lemah untuk kutunjukkan walaupun aku sedang berada bersamamu. Aku lumpuh
dan bisu, saat menatap matamu apalagi mendengar suaramu. Aku membiarkan diriku
jatuh dalam rindu yang mengekang dan membuatku sekarat. Aku membiarkan diriku
tersiksa oleh angan yang kau ciptakan dalam magisnya kehadiranmu. Astaga Tuhan,
ciptaanMu yang satu ini membuatku pusing tujuh keliling!
Sepertinya aku mencintaimu…
Pada setiap percakapan kecil yang
berubah menjadi perhatian sederhana yang kau perlihatkan padaku.
Sepertinya aku mencintaimu…
Dengan kebisuan yang kau sampaikan
padaku. Kita hanya berbicara lewat tatapan mata, kita hanya saling
mengungkapkan lewat sentuhan-sentuhan kecil.
Sepertinya aku mencintaimu…
Karena aku sering merindukanmu,
karena aku bahkan tak tahu mengapa aku bisa begitu menggilaimu
Sepertinya aku mencintaimu…
Kepada kamu, yang sekarang selalu
ada untukku
Setelah hari itu, aku
merasa berbeda. Hari-hariku kini telah diisi oleh seseorang yang spesial, yang
akan menemaniku, yang akan mendengarkan curhatanku, yang akan membagikan
ceritanya kepadaku setiap harinya. Dan juga orang yang akan selalu memeluk dan
melindungiku saat aku butuh. Senyumnya, tawanya, perhatiannya, membuatku
terbuai lemah. Tuhan, inikah yang namanya malaikat itu?
Dipagi hari, sapa
manjamu telah menantiku untuk mengajakku membuka mata. Saat siang, kau
mengingatkanku untuk sekedar tidak terlambat makan, saat sore kita saling
berbagi cerita, kau menceritakan hari-harimu, aku menceritakan hari-hariku. Aku
mencintainya, mencintai hal-hal kecil yang mungkin tak bisa aku rasakan saat
engkau sudah lulus SMA nanti. Terkadang aku takut, takut jika suatu saat nanti
kesibukan kita merebut kebahagiaan ini. Karena itu, sebisa mungkin aku akan
mempertahankan ini, aku tak ingin semua menghilang.
Waktu tak pernah
berhenti berjalan, semua berlalu begitu saja. Selama satu tahun ini, banyak
yang telah kita lalui bersama, canda, tawa, sedih, duka, hingga
pertengkaran-pertengkaran kecil yang mengajak kita untuk bersikap lebih dewasa.
Terima kasih Sayang, atas segala sesuatu yang telah kau berikan padaku. Aku
bahagia bersamamu.
Hingga akhirnya,
saat-saat yang ku takutkan tiba. Mas Firza kuliah, dan aku kelas 3 SMA. Masa-masa
sibuk kita, masa-masa berat yang akan menguji seberapa besar kekuatan cinta
kita. Aku yakin, kita bisa mempertahan ini. Sebisaku, semampuku, aku akan terus
menjaga cinta ini, cinta yang dulunya aku dapatkan dengan susah payah, dengan
penantian dan kesabaran yang tiada habisnya.
Pada awalnya, semua
masih sama seperti dulu. Tawa, canda, dan segala hal yang membuatku rindu
padamu. Aku menjadi sangat yakin, ternyata cinta kita benar-benar kuat. Aku
mendengarkan banyak cerita teman-temanku yan putus cinta karena Long Distance Relationship saat itu. Aku
bersyukur, aku tahu, aku tidak memilih orang yang salah.
Hingga suatu saat, Mas
Firza mengalami kecelakaan, dan kita tidak bisa saling bertemu satu sama lain
selama beberapa minggu. Karena rindu yang tak terbendung, aku berencana untuk
mengunjunginya di rumah, walaupun sebenarnya aku ragu. Aku tak pernah
berkunjung ke rumah teman laki-lakiku, tak pernah sekalipun. Saat aku hendak
bersiap ke rumahnya, tiba-tiba Mas Firza mengirim sms kepadaku.
“Kamu nggak pengen
ke rumah?” katanya
“Nah lhoh, kok tau aku mau ke sana? Tahu dari mana?”
batinku
“Ih, ngapain? Aku malu, hehe” balasku agar Mas
Firza tak mengetahui apa rencanaku.
Setelah itu aku
langsung bersiap dan menuju ke rumahnya. Tapi, sesampainya di sana, aku tak
banyak bicara. Entah mengapa, aku merasakan ada sesuatu yang aneh. Tapi segera
kutepis pikiran yang tak penting itu. Dengan perban di tangannya, kupandangi
wajahnya yang sendu, kuamati setiap inchinya, bulu matanya yang lentik, matanya
yang penyayang, hidungnya yang mancung, aku merasa aku telah benar-benar
mencintai orang ini. Dalam hati aku berjanji, aku akan terus berusaha
membuatnya bahagia dan nyaman berada di sampingku. Aku ingin terus bersamanya.
Aku masih ingat betul,
saat mata sendu itu menatapku dengan dalam. Dalam hati, aku berkata “Cepat
sembuh ya Sayang, aku mencintaimu”, tapi aku terlalu malu untuk mengatakan itu
langsung di depannya. Saat aku hendak pulang, ia memberiku lengkungan bibir
yang sangat manis, kubalasnya dengan senyumku. Ingin rasanya aku melambaikan
tangan kepadanya. “Sampai jumpa Sayang”
Beberapa hari setelah
itu, hubungan kami menjadi renggang. Sekarang kita semakin jauh, Mas Firza
mulai jarang mengirimkan pesan singkat. Aku berusaha mengerti, mungkin mas
sibuk. Aku tak ingin mengganggu kuliahnya. Toh,
setelah Mas Firza sembuh, ia akan berkunjung ke rumahku untuk sekedar apel mingguan, hihi.
Ternyata benar, Mas
Firza bilang ia akan main ke rumah akhir minggu. Ahh..aku tak sabar menanti hari itu. Tapi ternyata mas tak bisa
menepati janjinya karena tangannya belum sembuh. Walau sedikit kecewa, aku
mencoba mengerti. “Minggu depan kan masih
bisa” pikirku. Aku berharap kekasihku segera sembuh, dan kita bisa kembali
seperti biasanya, aku berharap aku bisa merasakan pelukannya lagi, aku berharap
aku dapat merasakan belaian tangannya lagi, aku benar-benar rindu dengan semua
itu.
Namun ternyata, harapan
itu hanyalah harapan semu yang tak mungkin dapat terwujud. Beberapa hari
setelah kunjunganku, Mas Firza memutuskan kisah asmara kami, LDR sulit katanya.
Kata-kata itu sangat menyedihkan, mengerut hati, sebisa mungkin aku berusaha
menahan nafas untuk menahan tangisku saat ia mengatakan kata-kata putus.
Kudengarkan ia baik-baik, sambil merasakan sayatan-sayatan yang tak terperi
rasanya. Aku ingin menangis. Kenapa harus sekarang? Kenapa harus ketika aku
telah merasa benar-benar mencintaimu? Kenapa?
Aku harus bagaimana?
Aku tak bisa menjawab apa-apa selain anggukan. Aku mencoba tersenyum dalam
keterpurukan ini. Ketika sebuah cinta telah cacat, aku tak bisa memaksakan
hubungan ini, walaupun aku tahu aku sangat mencintaimu. Sakit. Iya, sakit
rasanya. Ketika sebuah cinta yang kau jaga telah hilang sinarnya, kau tetap
harus melepaskannya. Aku tak menyangka, serapuh inikah cintamu? Jadi inikah
balasan dari cinta tulusku? Aaaahh..sudahlah
mungkin ini sudah waktunya engkau pergi.
Aku, yang dulunya bukan
siapa-siapa bagimu, yang dulunya hanya mampu berharap kepadamu. Aku harus tetap
bersyukur karena Tuhan telah memberiku kesempatan sejauh ini untuk mencintaimu.
Terima kasih Tuhan atas segala berkah dan kesempatan yang Kau berikan kepadaku.
Walaupun tak dapat kupungkiri bahwa rasa sakit ini tak akan mudah untuk pergi.
Lihatku terdiam
Ku berjalan dengan
lamunan
Saat bintang terang
menghilang
Tat kala goresan kecil
menyayat dadaku
Hatiku tertegun saat
kau tinggalkanku
Coba lihat hujan di
sudut mataku
Cerita tentang sedikit
lukaku
Harus apakah diriku
Sedang kau selalu
dibenakku
Harus apakah jiwaku
Sedang
kau tak hilang dariku
Semua terhenti oleh
bayangmu
Karena cintaku masih
rapi untukmu
0 komentar:
Posting Komentar